Senin, 07 Februari 2022

Peran HMI Dalam Kontestasi Kebudayaan


"Peran HMI Dalam Kontestasi Kebudayaan"


Oleh : Almuhajirin


Pengantar 

Sejak Pertama kali Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dibentuk oleh seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN), yang bernama Lafran Pane, dengan bertujuan menegakkan dua nilai Keindonesiaan dan Keislaman pada 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan 5 Februari 1947 dua tahun sesudah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Melihat gejolak yang terjadi di masa-masa Indonesia sedang dijajah oleh negara asing yang ingin merampas semua Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia, sehingga masa itu Rakyat Indonesia di Landa krisis Moral, meliputi pengetahuan, agama, keilmuan, kesenian, hukum, adat istiadat, hal tersebut menyebabkan Indonesia berada dalam kondisi yang cukup sulit.

Dari gejolak yang terjadi itu Lafran Pane memiliki gagasan untuk membentuk sebuah wadah atau organisasi perkumpulan mahasiswa. melihat masyarakat di dzolimi tidak ada yang berani menentang kebijakan otoritas dari pemerintah yang mendirikan sebuah kekuatan hukum dalam bentuk Hirarki (kepentingan kelompok), sehingga kelompok yang lain tidak dipedulikan dan hanya dijadikan sebagai budak dari kebijakan yang telah dibuatnya.

Kembali dari pada asas tujuan HMI pertama ingin meninggikan derajat Rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dalam mebela melawan kezdoliman. Kedua Keislaman sebagaimana Indonesia berada dalam fase kesulitan menyebabkan pengetahuan tentang ilmu agama yang menjadi kepercayaan masyarakat itu kurang bahkan sama sekali tidak ada. 

Dengan demikian HMI berpegang teguh dalam dua asas tujuan tersebut sebagai landasan yang akan menjadi tujuan dan sekaligus moto perjuangan seluruh kader demi membela dan melawan di setiap gejolak yang ada. Sebagai organisasi perkaderan demi "Terbinanya mahasiswa islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang di diridhoi oleh Allah SWT". Dalam hal inilah HMI tertanam jiwa yang peduli dan cinta kepada negara dan bangsa melalui cita-citanya.¹

Catatan

¹Rusdiyanto. 2019. MPO: 'Anak Haram Orba Pewaris Sah HMI'. Yogyakarta.



Budaya (Culture)

Budaya diambil dari bahasa sansekerta yaitu "buddhayah" yang merupakan bentuk jamak "Buddhi" (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan Budi atau akal manusia. Dalam bahasa Indonesia berasal dari kata "kultur" yaitu sebagai daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Berikut beberapa pengertian budaya menurut para ahli :

1) E. B. Taylor budaya merupakan suatu keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, adat istiadat, dan kemampuan lain yang menjadi kebiasaan manusia sebagai anggota masyarakat. 2) R. Linton kebudayaan sebagai konfigurasi tingkah yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya. 3) Koejaraningrat kebudayaan ialah seluruh sistem gagasan yang dipelajari manusia.

Dengan demikian kebudayaan atau budaya menyangkut segala aspek tingkah laku manusia baik secara material ataupun non material. Artinya keseluruhan yang dipelajari oleh manusia itu dinamakan budaya, sehingga kebudayaan itu adalah menjadi ciri khas yang dilakukan oleh suatu wilayah tertentu, dan yang akan mengembangkannya adalah anggota atau masyarakat setempat.²

Catatan

²Laode Monto Bauto. 2014. Prespektif Agama dan Kebudayaan.



Hancurnya Budaya 

Nilai-nilai moral dan religius serta etika sering memberikan petunjuk yang sangat berharga bagi perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup. Permasalahan-pemasalahan lingkungan tidak hanya dipecahkan dengan teknologi dan metode ilmiah saja akan tetapi juga perlu dibantu dengan kekuatan-keuatan lain yaitu religious (agama), kepercayaan, dan etika pengaruh sikap manusia terhadapa alam.

Manusia sebagai makhluk individu sosial mengambil segala sesuatu dari lingkungannya sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia sebagai makhluk tuhan yang paling sempurna terkadang merasa paling berhak untuk menguasai dan mengeksploitasi alam melebihi batas kebutuhannya. Hal inilah yang kemudian menjadi krisis global. Keadaan ini menurut Zuhri (2013) diperparah dengan pandangan hidup positivisme yang ditawarkan oleh Auguste Comte, (1798-1857) dan para pendahulunya (Rane Descrates, Thomas Hobes, Jhon Locke, dan Davide Hume). Pandangan positivisme ini menafikkan segala dimensi spiritual. Salah satu akibat dari pandangan poitivisme, manusia merasa dapat berbuat apa saja dalam menguasai dan mengeksploitasi alam dan sesama manusia tanpa ada perasaan khawatir akan mempertanggung jawabkannya dihadapan tuhan. Eksploitasi alam dan sesama manusia ini akan tumbuh subur terutama dalam masyarakat kapitalis yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi. ³

Catatan

³Maridi : 2015. Mengangkat Budaya dan Kearifan Lokal Dalam Sistem Konservasi Tanah dan Air.



Manusia yang telah diberikan amanah oleh tuhan sebagai khalifah (pemimpin) dibumi, kemudian dibekali dengan akal pemikiran supaya mampu mengelola isi bumi. Dengan itu semua dapat kita lihat dan kita rasakan. Kemudian mengacu kepada konsep Homo Sapiens (manusia berakal), bahwa dimasa lampau ketika para leluhur kita dizaman batu dari empat sudut penjuru bumi mereka mungubah seluruh flora dan fauna setiap benua dan pulau tempat mereka tinggal.⁴ Diera abad 21 banyak kita lihat terkait pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai hiasan taman dihalaman rumah, dan hewan disetiap benua berbeda-beda dan banyak juga orang-orang memelihara binatang liar sebagai sebuah hobinya atau kecintaan terhadap binatang.

Catatan

⁴Yuval Noah Harari. 2018. Homo Deus, (Masa Depan Umat Manusia). PT. Pustaka Alvabet.



Kemudian dari pergantian abad ke-abad dari zaman batu kezaman slickhon dan lain sebagainya, bahwa semakin berubahnya zaman maka akan semakin baru kehidupan manusia, sehingga masuk dalam konsep imigrasi (perpindahan penduduk). Sehingga kebiasaan-kebiasaan, keyakinan, budaya, adat istiadat, dari leluhur masyarakat setempat atau generesi-generasinyalah yang akan melanjutkan hasil dari temuan, perjuangan, dan budaya, adat istiadat dan kebiasaannya dalam melestaraikan/mengembangkan itu.

Kita kembali berkaca dikehidupan sekarang, budaya sebagai ciri khas disuatu wilayah yang seharusnya kita kembangkan/lestarikan semakin lama itu semakin hilang dan bahkan sudah ada yang punah. Dengan perubahan zaman yang semakin meningkat, sehingga kebiasaan lama itu dilupakan, seperti contoh musik tradisional, kesenian, tari, dan pakaian adat kesopanan, sekarang lama-kelamaan akan punah, karena sudah jarang dilihat dan tidak ada generasi yang memerdulikan untuk melestarikan itu semua.

Dengan adanya perubuhan baru dari zaman milenial ini, mulai dari pakaian, pengetahuan, teknologi, dapat kita lihat realitasnya diindonesia, Mulai dari pakain yang dulunya pakaian-pakaian baik wanita ataupun laki-laki dulunya pakaian-pakaian yang beradab dan sopan, sekarang dengan munculnya pakaian baru yang dengan desainnya yang bagus dengan harganya yang mahal. Tapi dampaknya apa? Sebagian besar perempuan ataupun laki-laki berpakaian yang memperlihatkan keseksian tubuhnya.

Dampak dari semua itu tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh budaya baru, budaya baru itu adalah teknologi. Karena dengan kehadirannya teknologi dunia sudah banyak perubahan. Dengan adanya teknologi yang tujuannya baik sebagai intsrumen untuk memudahkan orang-orang berkumunikasi secara jauh dengan keluarga, teman, bahkan bisa mengenal orang luar diberbagai Negara dan mengajarkan kita bersosial.

Media sosial memang menghadirkan kegembiraan, gairah, dan kemudahan baru bagi masyarakat. Sebuah mode interaksi sosial baru telah lahir dan mengentakan dunia. Masyarakat menikmatinya dan berasyik masuk dengan mainan baru itu. Hingga pada suatu titik, kita mendapati ada yang mabuk kebayang dan lupa diri. Mereka menggunakan media sosial bukan untuk menguatkan empati sosial dan saling pengertian antar-sesama, bukan hanya untuk bereuni dengan kawan lama, melainkan juga untuk bertindak jahat kepada orang lain.⁵

Catatan

⁵Agus Sudibyo. 2019. Jagat Digital (Pembebasan dan Penguasa). Jakarta.



Belum lagi muncul bahwasan teknologi nano memperkuat risalah yang jauh lebih optimis lagi. Sebagian ahli percaya bahwa manusia akan mengatasi kematian pada 2200, yang lain mengatakan 2100. Kurzweil dan de Grey bahkan lebih optimitis. Mereka mengemukakan bahwa dengan memiliki badan yang sehat dan Rekning yang sehat dibank, pada tahun 2050 akan manghasilkan pencapaian serius dalam konsep imortalitas kebahagiaan dan keilahian dalam arti manusia memiliki kekuatan super setara dengan dewa. Menyiasati kematian dalam suatu waktu. Menurut Kurzweil dan de Grey, setiap 10 tahun atau lebih kita akan menuju klinik dan menerima perawatan perombakan yang tiada hanya akan mengobati penyakit, tetapi juga untuk meregenerasi lembaran sel, dan memperbaiki tangan, mata, serta otak. Sebelum tiba perawatan berikutnya, para dokter sudah menemukan tumpukan obat-obat baru kemajuan-kemajuan dan gawai. Jika Kurzweil dan de Grey benar mungkin sudah ada sosok-sosok imortal yang berjalan disekeliling kita. Yang benar adalah mereka mortal bukan immortal seperti tuhan, karena manusia super dimasa depan masih tetap bisa mati dalam perperangan atau kecelakaan.⁶

Catatan

⁶Yuval Noah Harari. 2018. Homo Deus, (Masa Depan Umat Manusia). PT. Pustaka Alvabet.

DITETAPKAN MENJADI KETUA HMI KORKOM LAFRAN PANE, M. IDHAR AJAK KOMISARIAT BANGUN SEMANGAT KOLEKTIF PERJUANGAN.

  Mataram- M. Idhar Resmi Ditetapkan Menjadi Formatur Ketua Umum Kordinator Komisariat ( KORKOM ) Lafran Pane pada kamis ( 6/01/...